Banda Aceh - Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menaruh harapan besar pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk) di Provinsi Aceh semakin meningkat kualitasnya menjadi lebih mudah, cepat dan akurat. "Itulah semangat yang selalu saya bawa. Secara nasional Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri telah memberikan langkah-langkah yang memberikan kemudahan bagi masyarakat," kata Dirjen Zudan dalam Rapat Kerja Pencatatan Sipil se-Provinsi Aceh Tahun 2023 bertema: Inovasi Tiada Henti Melayani Sepenuh Hati, di Banda Aceh, Selasa (7/3/2023).
Zudan sangat menyambut baik Raker Pencatatan Sipil se Aceh ini. Sebab, diakuinya banyak sekali problema dalam pencatatan sipil. "Berbagai langkah transformasi sudah dilaksanakan untuk membuat layanan Dukcapil menjadi lebih mudah. Namun, layanan Dukcapil yang paling sulit adalah tentang pencatatan sipil," katanya.
Zudan mengaku banyak staf Dinas Dukcapil se-Provinsi Aceh yang bertanya langsung dengan berkirim pesan Whatsapp ke dirinya. "Saya selalu bertanya ke yang bersangkutan, sudah diskusi dengan Pak/Ibu Kadisnya belum? Banyak yang mengatakan belum. Oke, saya tegaskan diskusikan dulu dengan Pak/Ibu Kadis."
Pertanyaan dari staf itu, ungkap Zudan, kerap terjadi berulang. Misalnya, ada yang menanyakan begini: Pak Dirjen, seorang anak yang lahir 1 Januari tahun 2000, kemudian dibuatkan akta kelahiran dengan frase 'Anak seorang Ibu', karena tidak punya buku nikah. Setelah tahun 2002, Bapak dan Ibunya punya buku nikah. Bolehkah akta kelahiran tersebut diubah dengan status: 'Anak Seorang Ibu dan Seorang Ayah'?
Pertanyaan ini, kata Zudan, tentu tidak bisa langsung dijawab bisa atau tidak bisa. "Saya harus bertanya anak ini lahir dalam perkawinan yang sah atau tidak? [Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974]. Sebab perkawinan yang sah tidak harus ada buku nikah. Lihat Putusan MK, pencatatan perkawinan adalah syarat administratif bukan syarat sahnya perkawinan."
Jadi, tandas Zudan, harus dilacak dulu. Inilah uniknya pencatatan sipil, kata Zudan. Sebab, harus dilakukan tracking atau pelacakan peristiwa hukum apa yang terjadi. "Ada peristiwa hukum baru atau tidak."
Kemudian ada pula pertanyaan, "Pak boleh nggak perkawinan antara orang Kristen dan orang Katolik dicatat di Dukcapil? Kan sama-sama nikah di gereja, Pak?"
Si penanya, kata Zudan, mungkin lupa bahwa perkawinan itu harus dalam agama dan keyakinan yang sama. "Saya pun tidak bisa menjawab langsung boleh atau tidak boleh."
Zudan mengingatkan, dalam UU Adminduk No. 23 Tahun 2006 jo UU No. 24 Tahun 2013 dijelaskan, perkawinan beda agama boleh dicatat sepanjang ada penetapan pengadilan. Sebab, dalam Kartu Keluarga (KK) kalau statusnya ditulis 'Kawin Tercatat', pasangan suami istri Kristen Protestan dan Katolik, asumsinya sudah ada penetapan pengadilan.
"Namun, pasangan suami-istri beragama Kristen Protestan dan Katolik apabila statusnya di KK ditulis 'Kawin Belum Tercatat', berarti perkawinannya belum dicatatkan, atau belum diputuskan oleh pengadilan," kata Zudan Arif Fakrulloh, Dirjen Dukcapil Kemendagri. Dukcapil***
Komentar
Komentar di nonaktifkan.