Jakarta - Aparatur Sipil Negara atau ASN harus bersikap apolitik, karena sebagai abdi negara atau abdi masyarakat, bukan abdi parpol. Selain itu, ASN berada di birokrasi merupakan pemersatu bangsa.
"Kalau parpolnya gaduh, birokrasi nggak boleh ikut-ikutan gaduh. ASN berpolitik praktis itu no, bahkan no way, tidak boleh," tegas Prof. Siti Zuhro, Peneliti Ahli Utama di Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) dalam Seminar Nasional bertema "Netralitas ASN: Tidak Bisa Ditawar lagi" di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri, Jakarta, Selasa (27/12/2022).
Prof. Wiwik, begitu Siti Zuhro akrab disapa, mengatakan, birokrasi kerap mengalami tarikan politik yang sangat kencang selama pemilu dan pilkada, sehingga birokrasi sulit netral dan menjadi partisan.
"Karena Pilkadanya langsung, birokrasi di daerah menjadi terkotak-kotak, antara yang mendukung atau tidak mendukung, karena takut dinonjobkan," kata Wiwik.
Prof. Wiwik juga mengungkap, sistem politik Indonesia masih patrimonial, dan patronase relatif masih kuat dan berpengaruh terhadap parpol.
"Bandingkan dengan Singapura, birokrasinya tidak diintrusi atau terjamah oleh parpol. Makanya ASN dituntut untuk profesional serta mengerti etika politik dan demokrasi.
"Etik politik diperlukan untuk menghindari politik dengan segala cara. Agar nuansa politik lebih sehat berkeadaban serta rasional, dan agar hasil pemilu tidak cacat secara hukum," kata Wiwik.
Siti Zuhro menekankan, apabila elit politik tidak bisa memberi contoh politik bermoral, maka kali ini Korpri harus memberi contoh konkret. "ASN harus bareng-bareng mengawal netralitas. Korpri harus bereformasi menjadi contoh baiknya, menjadi leading sectornya."
"Pak Ketum ini inovator yang tidak hanya mendapat penghargaan di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Pakar hukum yang mendadak sangat ahli dalam hal digital. Ini luar biasa. Kemendagri terdongkrak dengan inovasinya yang luar biasa."
Dirinya yakin Korpri mampu melakukan kerja-kerja yang mulia. "Ketika menyangkut ASN, birokrat yang sering dituduh bermain politik praktis, kali ini Korpri harus tunjukkan bahwa kita mampu memberikan teladan yang baik dalam berdemokrasi."
Prof. Siti Zuhro menekankan, bangsa Indonesia menginginkan tidak berpemilu di ruang kosong, tetapi berpemilu yang berdampak terhadap kemajuan negara bangsa. "Bangsa Indonesia harus konsisten mengamalkan Pancasila, terutama sila kedua yakni kemanuasiaan yang adil dan beradab dalam bentuk rasa malu dan siap mundur ketika dirinya melanggar etika moral dan hukum," tegas Siti Zuhro.
Dirinya menambahkan, demokrasi tidak boleh direduksi semata-semata hanya pemilu, tetapi bangsa Indonesia ingin membangun peradaban, membangun values bahwa Indonesia adalah bangsa yang beradab sesuai dengan semua sila dalam Pancasila.
"Kalau Pak Luhut malu ada OTT KPK. Maka sebelum ada OTT, kita OTT kan terlebih dulu diri kita dengan melakukan pengawasan dan mawas diri. Dalam kaitan ini Korpri dapat berperan penting dan berkontribusi menghadirkan mindset dan culture set baru bagi demokrasi politik."
ASN dituntut netral dan profesional dalam menjalan tugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. "Juga dituntut melayani publik dengan baik. Tahun politik perlu diwarnai dengan keindahan politik bukan kegaduhan politik," demikian Prof Siti Zuhro memungkasi paparannya.
Pembicara lainnya, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan pemerintah telah menandatangani Keputusan Bersama Kementerian PAN-RB, Kemendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu untuk mengawal netralitas ASN dalam Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, di Jakarta, Kamis, 22 September 2022.
"Keputusan Bersama tentang Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN Dalam Penyelenggaraan Pemilu itu mencakup upaya pembinaan dan pengawasan, bentuk pelanggaran dan penjatuhan sanksi, pembentukan Satgas Pembinaan dan Pengawasan, dan tatacara penanganan laporan dugaan pelanggaran, serta monev pelaksanaan Keputusan Bersama," kata Rahmat Bagja.
Sementara Komisioner KASN Arie Budhiman menekankan kolaborasi Keputusan Bersama antara 5 K/L untuk melakukan pembinaan dan pengawasan netralitas melalui sosialisasi pencegahan pelanggaran netralitas.
Keputusan bersama ini harus mendapatkan dukungan pula dari Korpri dan Forum Sekretaris Daerah Seluruh Indonesia (Forsesdasi). "Stop pelanggaran netralitas ASN, dengan mengedepankan kewajiban profesional, integritas, dan komitmen netralitas dibandingkan dengan tuntutan atas hak kepentingan pribadi ASN yang bersangkutan," kata Arie Budiman. Dukcapil***
Komentar
Komentar di nonaktifkan.