Jakarta – Kesadaran dan pengetahuan yang lebih baik akan regulasi terkait Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dinilai penting untuk memperkuat infrastruktur hukum dan kebijakan di lingkup pemerintahan, khususnya di Ditjen Dukcapil Kemendagri.
"Dengan mematuhi undang-undang terkait HKI akan mendorong praktik yang beretika dalam penggunaan dan perlindungan kekayaan intelektual di pemerintahan. Jadi tidak hanya tentang melindungi aset intelektual, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan publik dapat memanfaatkan inovasi dan kreativitas untuk meningkatkan layanan publik dan pembangunan nasional.”
Demikian disampaikan Pakar Hukum HKI sekaligus Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Henny Marlyna dalam kegiatan peningkatan kapasitas aparatur Ditjen Dukcapil, di Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Menurut Henny, HKI bukan hanya relevan bagi sektor industri dan bisnis, tetapi juga sangat penting dalam konteks pemerintahan. Perlindungan HKI tidak hanya melindungi pencipta, inovator, dan pemegang hak, tetapi juga mendukung upaya pemerintah dalam memanfaatkan dan mengelola kekayaan intelektual untuk kepentingan publik.
Henny lebih jauh menjelaskan jenis-jenis Kekayaan Intelektual (KI) terdiri dari hak cipta, hak kekayaan industri yang meliputi paten, merek, desain industri, rahasia dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), serta perlindungan varietas tanaman.
Selaras dengan Pasal 1 angka 2 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan, diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Yang dilindungi itu adalah hak pencipta untuk menggunakan ciptaan, memberikan izin kepada orang lain, dan melarang pihak lain untuk menggunakan ciptaan (utamanya dalam ranah komersial)," tutur Henny.
Dalam sesi tanya jawab, Pranata Komputer Ahli Muda pada Subdit Keamanan Informasi Adminduk Pusat pada Direktorat IDKN, Silvianty bertanya kepada narasumber. "Bagaimana langkah dan prosedur pengajuan pendaftaran HKI terhadap berbagai inovasi yang sudah di-launching dan diterapkan oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri maupun Dinas Dukcapil di daerah. Contohnya Identitas Kependudukan Digital (IKD) dan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Terpusat (SIAK) Terpusat sekarang ini?"
Henny pun kontan menjelaskan bahwa Kekayaan Intelektual itu salah satunya adalah paten. Untuk diketahui, paten pada prinsipnya hak eksklusif yang diberikan negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu, melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Sedangkan invensi sendiri adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
“Karena IKD dan SIAK Terpusat adalah produk atau sebuah sistem teknologi, maka dapat untuk diajukan paten maupun paten sederhana."
Syarat untuk dapat diajukan paten setidaknya ada 3 yaitu: Baru, Mengandung langkah inventif, Dapat diterapkan dalam industri, serta Memiliki jangka waktu perlindungan 20 tahun. "Sedangkan paten sederhana perbedaannya terletak pada sebuah produk pengembangan dari produk/proses yang telah ada, serta memiliki jangka waktu 10 tahun," jelas Henny.
Pada kesempatan lain, Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi selalu menekankan kesadaran bagi aparatur Ditjen Dukcapil dan Dinas Dukcapil daerah akan pentingnya pemahaman kekayaan intelektual.
"Dengan pemahaman yang mendalam terkait aspek hukum kekayaan intelektual maka dapat memberikan panduan bagi kita dalam berkontribusi yang lebih besar dalam mendorong inovasi, pengembangan teknologi, dan perlindungan terhadap kekayaan intelektual dalam melayani kepentingan publik dan memajukan bangsa," demikian Dirjen Dukcapil Teguh Setyabudi. Dukcapil***
Komentar
Tidak ada komentar.
Kirim Komentar